Tujuan pengembangan pertanaman padi di lahan suboptimal (marginal) adalah untuk meningkatkan produktivitas petani di lahan tadah hujan, lahan kering, lahan rawa, dan lahan pasang surut. Lahan suboptimal umumnya memiliki kendala yang berat hingga sedang, baik fisik lahan, tata air maupun hama penyakit. Oleh karena itu, pengembangan lahan yang labil tersebut perlu memperhatikan konservasi tanah dan air untuk menjaga kelestarian sistem produksi.
Lahan kering. Pada daerah beriklim basah yang didominasi oleh jenis tanah Podsolik Merah Kuning, kesuburan tanah rendah, pH rendah, dan keracunan Al. Di daerah beriklim kering, lahan umumnya subur, tetapi kemungkinan kahat hara S, hara mikro, dan kurang air. Selain itu, masalah hama seperti lalat bibit, belalang, walang sanggit, dan orong-orong dengan dominasi yang berbeda antar daerah harus di waspadai. Blas merupakan penyakit utama pada padi Gogo yang hingga saat ini menjadi kendala dalam pengembangan varietas unggul. Kendala-kendala tersebut menyebabkan rendahnya hasil padi gogo yang hingga saat ini baru mencapai rata-rata 1,5 t GKG/ha. Dengan inovasi teknologi dan pengelolaan yang lebih baik, peluang peningkatan produktivitas padi di lahan kering cukup besar.
Berbagai varietas unggul toleran kondisi lahan dan lingkungan seperti tersebut telah berhasil dirakit, antara lain varietas Situ Patenggang, Situ Bagendit, Inpago 8, Inpao 9, Inpago 10, dan Inpago LIPIGO 4. Pada lahan kering dengan kesuburan sedang di Blora , hasil Situ Patenggang dapat mencapai 6 ton GKG/ha, relatif sama dengan hasil padi di lahan sawah . Dengan tekstur nasi yang pulen dan aromatik, harga jual gabah Situ Patenggang lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual gabah varietas-varietas padi yang ditanam sebelumnya (lokal, Ciherang, dan lainnya). Aspek teknik budi daya yang perlu diperbaiki adalah jarak tanam/populasi, pengelolaan hara spesifik lokasi (pupuk, bahan organik, kapur), serta pengelolaan hara sesuai kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Penggunaan mulsa dan penanaman tanaman sepanjang kontur untuk konservasi lahan dan makanan ternak sangat diperlukan.
Lahan pasang surut. Pengembangan pertanaman padi di lahan pasang surut umumnya menghadapi kendala kesuburan lahan yang rendah, pH sangat rendah sampai rendah, keracunan besi, keracunan Al, dan keracunan asam-asam organik. Hama yang dominan antara lain adalah tikus, orong-orong, dan penggerek batang. Dalam kondisi lahan dan lingkungan seperti itu dan ditambah kondisi petani yang pada umumnya kurang mampu, produktivitas padi di agroekosistem tanah pasang surut umumnya rendah, rata-rata 2,0 t GKG/ha. Peningkatan produktivitas padi dapat diupayakan melalui introduksi varietas unggul baru. Dari hasil penelitian, telah berhasil dilepas berbagai varietas padi untuk lahan rawa pasang surut, yaitu Inpara 4, Inpara 5, Inpara 6, Inpara 7, Inpara 8 Agritan dan Inpara 9 Agritan. Teknik Budi daya perlu dirakit dan disesuaikan dengan kondisi lahan, air, lingkungan biotik-abiotik, dan kemampuan petani setempat. Sesuai dengan sistem drainase yang kurang baik maka masalah tata air mikro merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan sistem produksi padi lahan rawa pasang surut. Model PTT diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan produksi padi di lahan seperti ini.
Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Sumber Balotbang Bengkulu
0 komentar:
Post a Comment